Bergerak ke arah timur sekitar 30 menit perjalanan normal dari Kota Rangkasbitung, kita akan menemui kecamatan yang bernama Cipanas. Sebelum sampai ke kecamatan tersebut kita harus melewati kecamatan Sajira (pusat buah rambutan tangkoe) terlebih dahulu. Jelajah potensi kali ini dimaksudkan untuk melihat potensi biasa namun memiliki keunikan yaitu budidaya ikan dalam keramba. Karena terdapat hal unik, maka kami menganggapnya sebagai sesuatu yang “luar biasa”. Hal ini dilakukan, karena dalam suatu kunjungan, kami pernah mendapatkan bisikan tentang hal tersebut. “ka di lembur kami mah aya lauk emas gede, lindeuk deui” ujar seseorang yang enggan disebutkan namanya. Maka dari itu kami menganggap bahwa hal ini sangat selaras dengan semangat kekinian yaitu semangat Undang-undang Nomor 6 Tentang Desa. Dimana disetiap tempat/desa harus mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sehingga bisa dihasilkan potensi unggulan desa agar bisa dimanfaatkan dan bisa menunjang tercapainya kesejahteraan warga desa. Maka mimpi (cita-cita) warga desa masa lalu bisa secepatnya diraih.Bergerak ke arah timur sekitar 30 menit perjalanan normal dari Kota Rangkasbitung, kita akan menemui kecamatan yang bernama Cipanas. Sebelum sampai ke kecamatan tersebut kita harus melewati kecamatan Sajira (pusat buah rambutan tangkoe) terlebih dahulu. Jelajah potensi kali ini dimaksudkan untuk melihat potensi biasa namun memiliki keunikan yaitu budidaya ikan dalam keramba. Karena terdapat hal unik, maka kami menganggapnya sebagai sesuatu yang “luar biasa”. Hal ini dilakukan, karena dalam suatu kunjungan, kami pernah mendapatkan bisikan tentang hal tersebut. “ka di lembur kami mah aya lauk emas gede, lindeuk deui” ujar seseorang yang enggan disebutkan namanya. Maka dari itu kami menganggap bahwa hal ini sangat selaras dengan semangat kekinian yaitu semangat Undang-undang Nomor 6 Tentang Desa. Dimana disetiap tempat/desa harus mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sehingga bisa dihasilkan potensi unggulan desa agar bisa dimanfaatkan dan bisa menunjang tercapainya kesejahteraan warga desa. Maka mimpi (cita-cita) warga desa masa lalu bisa secepatnya diraih.Keramba ikan memang bukan hal baru, namun di tempat yang kami kunjungi ada keunikan yang patut diapresiasi dan bila perlu terus dikembangkan. Sebagian masyarakat Cipanas, menyebutnya dengan sebutan “berog”. Di lain kecamatan (kecamatan Cibeber), mereka pun sama menyebutnya yaitu “berog”. Dalam bahasa Indonesia, berog dikenal dengan keramba ikan. Keramba ikan dibuat dari kayu-kayu kecil (kuat) berbentuk kotak dimana tempat tersebut digunakan untuk menyimpan/rumah ikan. Kemudian tempat tersebut disimpan di habitat ikan (air), dimana air tersebut diupayakan air berjalan agar ikan bisa tumbuh dengan sehat. Biasanya di sungai yang cukup air lah tempat tersebut ditanam (disimpan) sebagai upaya untuk membudidayakan ikan. Khusus di kabupaten Lebak, tempat yang berhasil mengembangkan budidaya tersebut adalah di wewengkon Citorek dan di desa Luhurjaya. Budidaya ikan di keramba (berog) yang dilakukan oleh masyarakat Citorek dan Luhurjaya sama seperti umumnya di tempat lain. Pembeda dari budidaya kramba ikan di tempat ini adalah ikannya diurus sampai besar, kemudian pemeliharaannya dilakukan secara intensif. Pembudidaya memiliki kedekatan khusus dengan ikan sehingga ikan pun demikian. Perlakuan terhadap Ikan yang dibudidayakan hampir mirip dengan ternak ayam kampung rumahan. Pembudidaya memberi makan setiap pagi dengan perlakuan khusus agar ikan bisa lebih intim dengan pembudidaya. Ketika pembudidaya merasa yakin bahwa ikannya sudah dekat, maka pemberian cara makan akan dirubah. Cara yang dilakukan adalah dengan melepas ikan (dikeluarkan dari keramba). Karena ikan sudah “lindeuk” maka ikan pun tidak kabur. Seusai memberi makan kemudian pembudidaya mengajak ikannya agar masuk kembali ke dalam keramba (berog). Maka ikanpun dengan ikhlas masuk kembali ke dalam keramba. Kemudian pembudidaya kembali ke rumah, begitu seterusnya setiap hari. Pertemanan antara ikan dan pembudidaya menghadirkan banyak kekaguman “kok bisa” ikan menjadi seperti itu. Subhanallah, ini merupakan keindahan yang tiada tara. Tradisi turun temurun ini berjalan terus menerus, dari banyak generasi. Masyarakat seolah menganggap hal ini sebagai sesuatu hal biasa. Bukan suatu yang berlebihan, makanya mengalir dengan sangat “biasa”. Bagi kami, ini adalah fenomena luar biasa. Suatu “potensi luar biasa” buah dari kearifan lokal yang dimiliki. Jika kita poles dan dilakukan sentuhan terhadap fenomena tadi, maka ini akan menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi masyarakat sekitar. Terlebih misalnya diwewengkon Citorek terdapat tradisi budaya syukur terhadap yang maha kuasa dalam bentuk “seren taun”. Jika diintegrasikan diantara hajat “seren tahun”, tradisi bertani “pare gede” tanpa pupuk organik, kemudian kebiasaan masyarakat mengurus ikan layaknya mengurus “ayam” dalam bentuk “berog”. Maka yakin masyarakat tidak hanya matanya dimanjakan oleh pemandangan asri khas hutan, melainkan kepalanya akan juga terisi dengan asupan nutrisi dalam bentuk pengetahuan akan kearifan yang dimiliki. Sebagaimana amanah Permendes No. 4 Tahun 2017 tentang Pioritas Dana Desa, dimana salah satunya adalah mengangkat potensi unggulan desa. Maka sudah seharusnya kita semua bahu membahu mengoptimalkan potensi yang dimiliki agar bisa memberikan sebesar-besarnya nilai manfaat bagi masyarakat desa. Dengan segenap kekuatan yang dimiliki oleh desa baik berupa SDM (Aparat & Pendamping Desa), Inftrastruktur Fisik, Anggaran ditambah daya dukung potensi sumber daya alam. Maka kemajuan dan kesejahteraan desa menuju desa mandiri sudah didepan mata. Mari kita keluarkan kekuatan sesuai potensi dan tkiprah masing-masing. Lakukan apa yang bisa di lakukan dengan memegang teguh regulasi yang ada, agar desa bisa maju, dengan hati dan tidur tetap lelap. Karena memang dikemudian hari kita membangun dengan keberhasilan dan tanpa masalah. Aamin….
Inovasi Desa Melalui TTG